ALL ABOUT DONGENG: Dongeng Silent Princess Heart Chat Bubble

Rabu, 30 Oktober 2013

0

Dongeng Silent Princess

Zaman dahulu kala ada seorang Raja yang memiliki seorang Pangeran. Shahzada, demikian nama pangeran tersebut, memiliki sebuah bola yang terbuat dari emas yang selalu ia mainkan kapan saja.
Suatu hari saat pangeran sedang duduk di pondok peristirahatannya di halaman istana, lewatlah seorang nenek yang hendak mengambil air dari mata air yang terletak di depan gerbang istana. Timbul ide iseng di pikiran Shahzada. Dilemparnya guci nenek tua tadi dengan bola emasnya. Guci itu pun pecah berkeping-keping. Tanpa berkata sepatah pun nenek itu mengambil guci lainnya. Namun guci ini pun pecah karena lemparan bola Shahzada. Nenek tua itu gemetar menahan marah. 

Tapi karena segan dengan sang Raja maka ia hanya diam dan pergi ke toko terdekat untuk mengutang guci baru. Tapi lagi-lagi Shahzada melempar guci itu dengan bolanya hingga pecah. Kini nenek itu benar-benar murka. Dia mengangkat wajahnya ke arah Shahzada.
“Camkan kutukanku ini Pangeran! Aku harap kau akan jatuh cinta kepada Putri bisu!” kutuknya.

 
Pangeran Shahzada tidak mengerti maksud nenek tua tersebut, tapi kata-katanya terus mengganggu pikirannya. Hal itu memperngaruhi kesehatannya, sehingga Shahzada pun jatuh sakit. Puluhan, dokter, tabib dan dukun telah mencoba menobatinya, namun kesehatannya tak kunjung pulih. Akhirnya suatu malam Raja mendekati putra tunggalnya.
“Anakku, penyakitmu pasti bukan penyakit biasa. Katakan padaku! Apakah akhir-akhir ini ada peristiwa aneh yang menimpamu?” tanya Raja.
Shahzada menceritakan kelakuannya saat memecahkan 3 guci seorang nenek dan kutukan yang dilontarkannya. Lalu Shahzada meminta izin ayahnya untuk pergi mencari Putri Bisu, karena menurutnya hanya dialah yang bisa menyembuhkannya. Dengan berat hati Raja mengijinkan putra kesayangannya pergi dengan ditemani seorang pengawal kepercayaannya.
Singkat cerita, Shahzada dan pengawalnya telah mengembara selama enam bulan. Mereka berjalan siang dan malam dan hanya tidur beberapa saat saja setiap malamnya. Kini mereka tiba di sebuah puncak gunung yang tanah dan bebatuannya bersinar seperti cahaya matahari. Dengan keheranan mereka bertanya pada seorang kakek yang kebetulan lewat.
“Itu karena Putri bisu,” kata si Kakek. “Ia memakai 7 lapis kerudung yang menutupi wajahnya. Tapi sinar kecantikannya tetap memancar dan terpantul di gunung ini.”
 

“Dimanakah sang putri berada?” tanya Shahzada.
“Jika aku terus berjalan lurus selama enam bulan lagi, kau akan tiba di istananya,” kata Kakek. “Tapi perlu kuingatkan anak muda! Putri bisu hanyalah julukan. Karena sang Putri sebenarnya hanya tidak mau berbicara. Banyak sudah pemuda yang mencoba membuatnya bicara tapi tidak berhasil. Malang bagi mereka, karena kematianlah yang harus mereka terima.”

Shahzada tidak gentar mendengar berita tersebut. Ia tetap bertekad untuk menemui sang putri Bisu.
 
Beberapa waktu kemudian mereka tiba di puncak gunung lainnya. Gunung ini pun sangat aneh karena semua tanah dan bebatuannya berwarna merah darah. Sebuah desa tampak terhampar di kaki gunung tersebut.
“Aku sangat lelah,” kata Shahzada. “Mari kita istirahat dulu di desa di bawah sana. Sekalian kita beli perbekalan.”
Mereka pun masuk ke sebuah warung makan. Pemiliknya menyambut mereka dengan hangat. 

Shahzada menanyakan kenapa gunung yang baru saja mereka turuni berwarna merah darah.
“Oh itu karena Putri Bisu. Meskipun ia memakai 7 lapis kerudung yang menutupi wajahnya, namun warna bibirnya tetap terpancar di gunung tersebut,” kata pemilik warung. “Tapi anak muda, sudah banyak pemuda yang mencoba membuat sang Putri berbicara tapi semuanya tidak berhasil. Dan kematian adalah hukuman bagi mereka yang gagal.”
 

“Aku tidak takut,” kata Shahzada. “Katakanlah, berapa jauh lagi istana sang Putri?”
“Tiga bulan perjalanan lagi kau akan sampai di istananya,” kata pemilik warung.

Setelah perjalanan yang sangat melelahkan, pangeran Shahzada dan pengawalnya melihat sebuah gunung lagi. Di puncaknya berdirilah istana yang sangat megah. Istana Putri Bisu.
Istana Putri bisu jika dilihat dari dekat ternyata sangat mengerikan karena dindingnya dibangun dari tulang belulang manusia.

“Kita harus memiliki rencana yang matang untuk bisa membuat sang Putri bicara, atau tulang belulang kita juga akan menjadi bagian dari dinding istana ini,” kata Shahzada. “Mari kita cari penginapan terlebih dulu untuk berpikir!”
 
Esoknya Shahzada dan pengawalnya pergi berjalan-jalan untuk mencari ide. Di sebuah pasar ia melihat seekor burung bulbul yang cantik. Shahzada segera membelinya dan membawanya ke kamarnya. Suatu ketika saat Shahzada sedang melamun sendirian, ia mendengar seseorang menyapanya.
 

“Apa yang kau pikirkan wahai Pangeran?”
Shahzada terkejut karena tidak ada orang lain di kamarnya. Ia kemudian menyadari bahwa burung bulbulnya yang berbicara.
“Subhanallah, ini pasti mukjizat Allah,” pikir Shahzada.

Ia menceritakan perjalanannya untuk menemui putri Bisu dan kesulitannya menemukan cara untuk membuat sang Putri bicara.
“Jangan khawatir Pangeran, aku akan membantumu. Sang putri memakai 7 lapis kerudung. Tidak ada seorang pemuda pun yang pernah melihat wajahnya, demikian pula sang Putri tidak pernah bisa melihat pemuda yang menemuinya,” kata Bulbul. “Besok bawalah aku ke istana. Dan jika kau telah berada di kamar sang Putri, taruhlah aku di bawah tiang lampu. Lalu sapalah sang Putri. Ia pasti tidak akan menjawabmu. Nah, katakan bahwa karena sang Putri tidak mau menjawab maka kau akan berbicara dengan tiang lampu saja. Dan aku akan menjawabnya.”
Maka Shahzada, Bulbul dan pengawalnya pergi menemui ayah putri Bisu di istananya. Ia meminta izin untuk mencoba membuat sang putri berbicara. Shahzada dan Bulbul kemudian diantar ke kamar sang Putri.
 

“Selamat sore Putri,” kata Shahzada.
Putri Bisu tentu saja tidak menjawab.
“Baiklah karena kau tidak berkenan menjawab, maka aku akan berbicara dengan tiang lampu saja. Mungkin ia lebih punya perasaan daripada anda,” kata Pangeran.
“Apa kabar?” tanya Pangeran kepada tiang lampu.
“Cukup baik. Setelah bertahun-tahun akhirnya ada seseorang yang mau berbicara denganku,” kata Bulbul seolah-olah tiang lampu yang menjawab. “Allah mengirimmu ke sini dan membuatku bahagia. Maukah kau mendengar ceritaku?”
 

“Tentu!” Shahzada. 

Alkisah ada seorang Shah yang memiliki seorang putri. Tiga orang pemuda telah mengajukan lamaran untuk si gadis kepada Shah. Shah lalu berkata kepada ketiga pemuda tersebut: ‘Siapapun yang memiliki keahlian yang tidak biasa maka ialah yang berhak menikahi putriku.’ Pemuda-pemuda itu lalu pergi untuk mencari guru. Mereka pergi ke arah yang berbeda. Namun sebelumnya mereka berjanji untuk saling bertemu lagi di sebuah mata air setelah sekian bulan. Pemuda pertama belajar berlari cepat. Jika ia berlari, perjalanan 6 bulan bisa ditempuhnya dalam waktu setengah jam saja. Pemuda kedua belajar cara menghilang. Dan pemuda ketiga belajar meracik obat.
Ketiganya kembali dalam waktu yang hampir bersamaan. Pemuda yang bisa menghilang mengatakan bahwa putri Shah sedang sakit keras dan mungkin akan meninggal 2 jam lagi. Pemuda ketiga segera menyiapkan ramuan dan pemuda pertama secepat kilat membawanya kepada si gadis. Ramuan itu sangat manjur. Si gadis tidak jadi meninggal dan Shah segera memanggil ketiga pemuda tersebut.
Nah Pangeran, menurutmu pemuda mana yang pantas mendapatkan si gadis. Menurutku pemuda yang bisa menghilang.”
“Tidak! Menurutku pemuda yang meracik obatnya,” kata Shahzada.
Mereka pun berdebat seru dan saling mempertahankan pendapatnya.

Putri Bisu berkata dalam hatinya, “tidak ada yang ingat dengan jasa pemuda yang telah mengantarkan obatnya.”
Akhirnya karena tidak sabar mendengar perdebatan mereka, Putri berteriak: “Dasar bodoh! Aku akan memberikan gadis itu kepada si pembawa obat. Tanpa dia gadis itu pasti sudah mati!”
Raja segera diberi tahu bahwa Putri Bisu telah mau berbicara. Tapi Putri dengan marah berkata bahwa ia telah ditipu dan ia hanya mau mengaku kalah jika Shahzada bisa membuatnya berbicara sebanyak tiga kali. Karena geram, putri pun menghancurkan tiang lampu di kamarnya.
Sore berikutnya, Shahzada dan Bulbul kembali menemui sang putri di kamarnya. Kali ini Shahzada meletakan sangkar Bulbul di dekat salah satu dinding.
 

“Selamat sore Putri,” sapa Shahzada.
Putri tidak menjawab sepatah kata pun.
“Baiklah. Karena kau tidak mau menjawab, mungkin lebih baik jika aku mengobrol dengan dinding saja. Apa kabarmu dinding?” kata Shahzada.
“Sangat baik,” jawab Bulbul yang pura-pura menjadi dinding. “Aku senang kau mengajakku bicara. Bagaimana kalau aku menghiburmu dengan sebuah cerita?”
“Dengan senang hati,” kata Shahzada.
“Di sebuah kota tinggalah seorang wanita yang dicintai oleh 3 orang pria sekaligus. Ketiga pria itu adalah: Baldji anak si pembuat madu, Jagdji anak si pembuat lemak, dan Tiredji anak si penyamak kulit. Mereka sering mengunjungi si wanita, namun tidak pernah saling bertemu karena mereka selalu berkunjung pada waktu yang berbeda.

Suatu hari, saat si wanita sedang menyisir rambutnya, ia melihat sehelai uban di kepalanya, ‘celaka! Aku sudah mulai tua. Aku harus segera memutuskan dengan siapa aku akan menikah,’ kata si wanita.
Kemudian ia mengundang ketiga teman prianya untuk datang pada jam yang berbeda. Yang pertama datang adalah Jadgji dan ia menemukan bahwa wanita pujaannya sedang berurai air mata. Ia bertanya kenapa dan si wanita menjawab, ‘ Ayahku telah meninggal dan aku telah menguburkannya di kebun belakang, tapi arwahnya selalu menghantuiku. Jika kau mencintaiku, maukah kau berpura-pura menjadi hantu. Pakailah kain sprei ini dan berbaringlah selam 3 jam di kuburan. Maka ia tidak akan menghantuiku lagi.’
Wanita itu menunjuk sebuah lubang kubur yang telah sengaja ia buat dan Jadgji tanpa ragu-ragu memakai kain sprei itu untuk menutupi tubuhnya dan berbaring di dalam lubang kubur tersebut.
Lalu datanglah Baldji yang juga menemukan wanita itu sedang menangis. Si wanita mengulangi ceritanya tentang kematian ayahnya, lalu memberi Baldji sebuah batu besar; ‘Jika hantu itu datang, pukullah dengan batu ini,’ katanya.
Terakhir datanglah Tiredji. Dia juga bertanya kenapa ia menangis. ‘Bagaimana aku tidak sedih,’ kata si wanita. ‘Ayahku telah meninggal dan telah aku kuburkan di kebun belakang. Tapi ternyata ia punya musuh seorang penyihir dan ia bermaksud mengambil mayat ayahku. Lihat, ia bahkan sudah membongkar kuburannya. Jika kau bisa mengambil mayat ayahku maka aku akan selamat tapi jika tidak…’ Si wanita kembali menangis.
Tiredji segera pergi ke kebun belakang untuk mengambil mayat yang tidak lain adalah Jadgji. Tapi Baldji mengira ada dua hantu yang datang dan memukul Jadgji serta Tiredji. Sementara Jadgji mengira hantu ayah si wanitalah yang memukulnya. Ia melemparkan sprei yang ia pakai dan menubruk Baldji. Mereka bertiga terkejut begitu menyadari keadaan yang sebenarnya dan bersama-sama menuntut penjelasan dari si wanita.
 

Nah Pangeran, menurutmu siapa yang berhak menjadi suami si wanita? Menurutku Tiredji!” kata Bulbul.
 

Menurut Shahzada, Baldji lebih berhak karena berada dalam posisi yang lebih berbahaya. Mereka berdebat seru, saling mempertahankan pendapatnya. Putri Bisu yang juga mendengarkan cerita Bulbul sangat kecewa karena mereka melupakan peran Jadgji dan ia segera berteriak mengemukakan pendapatnya.

Raja gembira mendengar putrinya berbicara. “Tinggal satu kali anak muda,” katanya pada Shahzada. Sementara sang Putri sangat kesal karena telah dua kali keceplosan. Maka untuk melampiaskan amarahnya ia segera memerintahkan untuk menghancurkan dinding tempat Bulbul bersandar semalam.

Hari ketiga dan merupakan hari penentuan, Shahzada dan Bulbul kembali datang ke kamar sang Putri. Kali ini Shahzada meletakkan Bulbul di belakang pintu kamar Putri. Seperti biasa Putri menolak membuka mulutnya dan kali ini bahkan ia memunggungi Shahzada. Maka Shahzada berpura-pura mengajak bicara pintu. Seperti hari-hari kemarin, Bulbul menceritakan sebuah cerita.
“Alkisah ada seorang Tukang kayu, seorang Penjahit, dan seorang Sakti yang berkelana bersama. Di sebuah kota, mereka memutuskan untuk menyewa sebuah toko dan memulai usaha bersama. Suatu malam saat yang lainnya sedang tidur, Tukang kayu terbangun. Karena tidak bisa tidur lagi, ia iseng memahat sebongkah kayu menjadi sebuah patung wanita yang sangat cantik. Saat patungnya selesai, ia kembali mengantuk dan segera pergi tidur. Tidak berapa lama si Penjahit terbangun. Melihat ada sebuah patung wanita cantik di tengah kamar mereka, ia tergoda untuk membuatkan sehelai pakaian yang sangat indah. Setelah selesai, ia memakaikannya dan kembali tidur. Menjelang pagi si Orang sakti bangun. Ia begitu terpesona melihat patung wanita cantik berpakaian indah tersebut. Maka ia memohon kepada Allah SWT untuk menghidupkan patung tersebut. Allah SWT mengabulkan permintaannya dan patung itu menjelma menjadi seorang wanita yang mempesona. Ketika Tukang kayu dan Penjahit bangun serta melihat wanita cantik yang berasal dari patung tersebut, mereka berebut karena masing-masing merasa berhak memilikinya.
Nah Pangeran, siapa menurutmu yang paling berhak?. Menurutku Tukang kayu,” kata Bulbul.
“Tidak bisa, menurutku si Penjahit,” kata Shahzada.

Mereka kembali berdebat seru. Putri bisu bangkit dari tempat duduknya dan dengan marah ia berteriak; “Kalian semua bodoh! Orang sakti itulah yang paling berhak! Wanita itu berhutang nyawa padanya!”
Dan artinya Shahzada berhak menikahi sang Putri karena ia telah tiga kali memecahkan kebisuannya. Maka pesta pernikahan akbar pun digelar selama 40 hari 40 malam. Shahzada secara khusus memanggil nenek yang ia pecahkan kendinya untuk tinggal di istana. Mereka semua hidup bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar